BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit Meniere pertama kali
dijelaskan oleh seorang ahli dari Perancis bernama Prospere Meniere dalam
sebuah artikel yang diterbitkannya pada tahun 1861. Definisi penyakit Meniere
adalah suatu penyakit pada telinga bagian dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran
dan keseimbangan. Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa vertigo,
tinnitus, dan pendengaran yang berkurang, biasanya pada satu telinga. Penyakit
ini disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari endolimph pada
telinga dalam.
Dari penelitian yang dilakukan
didapat data sekitar 200 kasus dari 100.000 orang di dunia menderita penyakit
Meniere. Kebanyakan penderita adalah yang berumur 40 tahun keatas dan tidak ada
perbedaan yang berarti antara antara jumlah penderita pria dan wanita.
Prevalensi penyakit Meniere di beberapa negara berbeda-beda, di Amerika
terdapat 218 penderita dari 100.000 penduduk, di Jepang terdapat 36 penderita
dari 100.000 penduduk, dan 8 penderita dari 100.000 penduduk terdapat di
Italia.
Kelompok akan berusaha menjelaskan
tentang sindrom meniere beserta asuhan keperawatan yang diharapkan dapat
berguna untuk mahasiswa dan masyarakat pada umumnya.
1.2 Rumusan Masalah
Apa konsep teori dari Sindrom
Meniere dan bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Sindrom Meniere?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan
Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan yang
harus diberikan kepada klien dengan sindrom meniere.
1.3.2 Tujuan Khusus
- Mahasiswa mampu memahami definisi dari sindrom meniere
- Mahasiswa mampu memahami etiologi dari sindrom meniere
- Mahasiswa mampu memahami Manifestasi klinis dari sindrom meniere
- Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari sindrom meniere
- Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari sindrom meniere
- Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari sindrom meniere, meliputi:
1) Pengkajian
2) Diagnosa Keperawatan
3)
Intervensi keperawatan
1.4
Manfaat
Dengan adanya makalah ini,
diharapkan teman-teman mahasiswa
mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom meniere, serta
mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Anatomi
Telinga
Telinga dibagi menjadi telinga luar, telinga tengah , dan telinga dalam.
·
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun
telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari
tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka
tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½ - 3 cm. Pada sepertiga
bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi
kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit
liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit ditemukan kelenjar
serumen. Kulit pada bagian ini sangat erat melekat ke tulang dengan lapisan
subkutan yang padat membentuk perios.
·
Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas :
- Luar : membran timpani
- Depan : tuba eustachius
- Bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Dalam :berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window), dan promontorium.
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas :
- Luar : membran timpani
- Depan : tuba eustachius
- Bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Dalam :berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window), dan promontorium.
Membrana
timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida
(membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida
hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga
dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan
yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Membran timpani dibagi
dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan
garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian
atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang. Tulang pendengaran
di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada
membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes.
Stapes melekat pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antar tulang merupakan persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang
disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang
menghubungkan telinga tengah dan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam
telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.
·
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang
berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semi sirkularis. Pada irisan
melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah
bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan
skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan
garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dasar skala
vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (membran Reissner) sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak membran corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.
Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus,
utrikulus, dan kanalis semisirkularis. Utrikulus berhubungan dengan sakulus
melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus
endolimfatikus. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh
sel-sel rambut. Menutupi sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang
ditembus silia, yang disebut kupula, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit
yang berat jenisnya lebih berat daripada endolimfe. Kanalis semisirkularis
saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak
lengkap. Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk
ampula dan mengandung sel-sel rambut krista.
2.2 Fisiologi
Pendengaran
Getaran suara pertama kali ditangkap oleh daun telinga
dan dihantarkan melalui liang telinga dan diteruskan ke membrana timpani dan
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang-tulang pendengaran yang
akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membrana timpani dan tingkap lonjong. Energi getar
yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap
lonjong sehingga perilimfa pada pada skala vestibule bergerak. Getaran
diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membrane basilaris dan membrane tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan
ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius.
Serabut-serabut saraf koklearis berjalan menuju inti
koklearis dorsalis dan ventralis. Sebagian besar serabut dari inti melintasi
garis tengah dan berjalan naik menuju kolikulus inferior kontralateral, namun
sebagian serabut tetap berjalan ipsilateral. Penyilangan selanjutnya terjadi
pada inti lemniskus lateralis dan kolikulus inferior. Dari kolikulus inferior ,
jaras pendengaran berlanjut ke korpus genikulatum dan kemudian ke korteks
pendengaran pada lobus temporalis (area 39-40).
2.3 Fisiologi Keseimbangan
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap
lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor
vestibuler di labirin, organ visual dan propioseptif. Gabungan informasi ketiga
reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan
posisi tubuh pada saat itu.
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus
dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin membrane yang terdapat dalam
vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus
yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik
terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat
pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya
terdapat Krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan
seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan
menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel
rambut akan menekuk. Tekukan silia akan menyebabkan permeabilitas membran sel
berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan
terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang penglepasan neurotransmitter
eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen
ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah
berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang
mengubah energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam
kanalis semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi
informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau
percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak
tubuh yang berlangsung.
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang
lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada system tubuh
bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah.
Pada jantung berupa bradikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.
2.4 Definisi
Penyakit Meniere pertama kali dijelaskan oleh
seorang ahli dari Perancis bernama Prospere Meniere dalam sebuah artikel yang
diterbitkannya pada tahun 1861. Definisi penyakit Meniere adalah suatu penyakit
pada telinga dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan.
Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa vertigo, tinnitus, dan
pendengaran yang berkurang ssecara progresif, biasanya pada satu telinga.
Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari endolimfe pada
telinga dalam.
Endolimph atau cairan
Scarpa adalah cairan yang berada di dalam labirin telinga
dalam. Kation utama yang berada di cairan ekstraselular ini
adalah kalium. Ion yang terdapat di dalam endolimfe lebih banyak
dari perilimfe. Sedangkan perilimfe adalah
cairan ekstraseluler yang terletak di koklea, tepatnya pada
bagian skala timpani dan skala vestibuli. Komposisi ionik
perimlife seperti pada plasma dan cairan serebrospinal. Kation
terbanyak adalah natrium. Perilimfe dan endolimfe memiliki
komposisi ionik yang unik yang sesuai untuk menjalankan fungsinya yaitu
mengatur rangsangan elektrokimiawi dari sel-sel rambut di indera
pendengaran. Potensoal listrik dari endolimfe ~80-90 mV lebih positif dari
perilimfe.
Canalis semisirkularis (saluran
setengah lingkaran), merupakan suatu struktur yang terdiri dari 3 buah saluran
setengah lingkaran yang tersusun menjadi satu kesatuan dengan posisi yang berlainan,
yaitu: canalis semisirkularis horizontal, canalis semisirkularis vertikal
superior, canalis semisirkularis vertikal posterior. Masing-masing canalis
semisirkularis berisi cairan endolympha dan pada salah satu ujungnya yang
membesar disebut ampula, berisi reseptor keseimbangan yang disebut cristac
ampularis. Masing-masing cristac terdiri dari sel-sel bercillia dan sel-sel
penyangga yang keseluruhannya ditutupi oleh suatu selaput yang disebut cupula.
Karena kelembamannya, maka endolymph yang terdapat di dalam canalis
semisirkularis akan bergerak ke arah yang berlawanan dengan arah putaran.
Aliran endolymph akan mendorong cupula melengkungkan cillia-cillia dari sel-sel
rambut, dengan demikian maka sel bercillia tersebut terangsang dan merubahnya
menjadi impuls sensori yang untuk selanjutnya ditransmisikan ke pusat
keseimbangan di otak. Canalis semisirkularis merupakan organ keseimbangan
dinamis yaitu memberikan respons terhadap pemutaran tubuh.
2.5 Etiologi
Penyebab
pasti dari penyakit Meniere sampai sekarang belum diketahui secara pasti,
banyak ahli mempunyai pendapat yang berbeda. Sampai saat ini dianggap penyebab
dari penyakit ini disebabkan karena adanya gangguan dalam fisiologi sistem
endolimfe yang dikenal dengan hidrops endolimfe, yaitu suatu keadaan dimana
jumlah cairan endolimfe mendadak meningkat sehingga mengakibakan dilatasi dari
skala media. Tetapi, penyebab hidrops endolimfe sampai saat ini belum dapat
dipastikan. Ada beberapa anggapan mengenai penyebab terjadinya hidrops, antara
lain :
- Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri
- Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler
- Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
- Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan endolimfa
- Infeksi telinga tengah
- Infeksi traktus respiratorius bagian atas
- Trauma kepala
- Konsumsi kafein dan makanan yang mengandung garam tinggi
- Konsumsi aspirin, alkohol, dan rokok yang berkepanjangan
- Infeksi virus golongan herpesviridae
- Herediter
Berikut
akan dijelaskan mengenai penyebab yang dianggap dapat mencetuskan penyakit
Meniere:
- Virus Herpes (HSV)
Herpes virus banyak ditemukan pada pasien Meniere. Pernah
ada laporan bahwa 12 dari 16 pasien Meniere terdapat DNA virus herpes simpleks
pada sakus endolimfatikusnya. Selain itu pernah dilaporkan juga pada pasien
Meniere yang diberi terapi antivirus terdapat perbaikan. Tetapi anggapan ini
belum dapat dibuktikan seluruhnya karena masih perlu penelitian yang lebih
lanjut.
- Herediter
Pada penelitian didapatkan 1 dari 3
orang pasien mempunyai orang tua yang menderita penyakit Meniere juga.
Predisposisi herediter dianggap mempunyai hubungan dengan kelainan anatomis
saluran endolimfatikus atau kelainan dalam sistem imunnya.
- Alergi
Pada
pasien Meniere didapatkan bahwa 30% diantaranya mempunyai alergi terhadap
makanan. Hubungan antara alergi dengan panyakit Meniere adalah sebagai berikut
:
- Sakus endolimfatikus mungkin menjadi organ target dari mediator yang dilepaskan pada saat tubuh mengadakan reaksi terhadap makanan tertentu.
- Kompleks antigen-antibodi mungkin menggangu dari kemampuan filtrasi dari sakus endolimfatikus
- Ada hubungan antara alergi dan infeksi virus yang menyebabkan hidrops dari sakus endolimfatikus
- Trauma kepala
Jaringan parut akibat trauma pada
telinga dalam dianggap dapat menggangu aliran hidrodinamik dari endolimfatikus.
Anggapan ini diperkuat dengan adanya pasien Meniere yang mempunyai riwayat
fraktur tulang temporal.
- Autoimun
Ada
pula anggapan dari ahli yang menyatakan bahwa hidrops endolimfe bukan merupakan
penyebab dari penyakit Meniere. Ini dikatakan oleh Honrubia pada tahun 1999 dan
Rauch pada tahun 2001 bahwa pada penelitian otopsi ditemukan hidrops endolimfe
pada 6% dari orang yang tidak menderita penyakit Meniere. Penelitian yang
banyak dilakukan sekarang difokuskan pada fungsi imunologik pada sakus
endolimfatikus. Beberapa ahli berpendapat penyakit Meniere diakibatkan oleh
gangguan autoimun. Brenner yang melakukan penelitian pada tahun 2004 mengatakan
bahwa pada sekitar 25 % penderita penyakit Meniere didapatkan juga penyakit
autoimun terhadap tiroid. Selain itu Ruckenstein pada tahun 2002 juga
mendapatkan pada sekitar 40 % pasien penderita penyakit Meniere didapatkan
hasil yang positif pada pemeriksaan autoimun darah seperti Rheumatoid factor,
Antibodi antiphospholipid dan Anti Sjoegren.
2.6 Manifestasi Klinis
Sifat
yang khas pada penyakit Meniere adalah terdapatnya periode aktif/serangan yang
bervariasi lamanya yang diselingi dengan periode remisi yang lebih panjang dan
juga bervariasi lamanya. Pola serangan dan remisi pada individu tidak dapat
diramalkan, walaupun gejala berkurang setelah beberapa tahun. Pada saat
serangan biasanya terdapat trias Meniere yaitu vertigo, tinitus, dan gangguan
pendengaran. Biasanya terdapat adanya suatu periode rasa penuh atau tertekan
pada telinga yang dirasakan penderita selama berjam-jam, berhari-hari, atau
berminggu-minggu. Namun sensasi ini terlupakan karena adanya serangan vertigo
yang hebat yang timbul tiba-tiba disertai mual dan muntah. Terdapat adanya
kurang pendengaran yang hampir tidak dirasakan pada telinga yang bersangkutan
karena genuruh tinitus yang timbul bersamaan dengan vertigo. Episode awal
biasanya berlangsung selama 2-4 jam, setelah itu vertigo mereda, meskipun
pusing (dizziness) pada gerakan kepala menetap selama beberapa jam. Pendengaran
membaik dan titnitus berkurang, tetapi tidak menghilang dengan redanya vertigo.
Kemudian ada periode bebas vertigo.
Selama periode ini penderita mungkin hanya merasakan tinitus yang bergemuruh.
Gejala-gejala ini kemudian diselingi oleh episode vertigo spontan lain yang
mirip dengan yang pertama dengan derajat yang lebih ringan. Frekuensi serangan
ini bervariasi, tetapi biasanya timbul sebanyak satu atau dua kali dalam
seminggu, atau sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan. Pada kasus-kasus
berat dapat timbul serangan setiap hari. Biasanya setelah periode tersebut,
yang dapat berlangsung beberapa minggu, terjadi remisi spontan atau akibat
pengobatan, yang pada waktu itu gejala hilang sama sekali, kecuali gangguan
pada pendengaran pada telinga yang bersangkutan. Namun fase remisi tersebut
ternyata tidak permanen, dapat terjadi pengulangan fase akut seperti sebelumnya
yang timbul dalam beberapa bulan. Sementara pola aktif dan remisi berjalan,
gejala pada periode akut melemah oleh karena hilangnya secra bertahap kemampuan
organ akhir dalam memberikan respon akibat degenerasi elemen-elemen sensorik.
Variasi dalam simtomatologi telah di
uraikan dan kadang-kadang dapat ditemukan. Sindrom Lermoyes merupakan satu
contoh dimana gangguan pendengaran terjadi berbulan-bulan atau bertahun-tahun
sebelum timbulnya serangan vertigo pertama.
Ada
3 tingkat derajat keparahan penyakit Meniere :
- Derajat I, gejala awal berupa vertigo yang disertai mual dan muntah. Gangguan vagal seperti pucat dan berkeringat dapat terjadi. Sebelum gejala vertigo menyerang, pasien dapat merasakan sensasi di telinga yang berlangsung selama 20 menit hingga beberapa jam. Diantara serangan, pasien sama sekali normal.
- Derajat II, gangguan pendengaran semakin menjadi-jadi dan berfluktuasi. Muncul gejala tuli sensorineural terhadap frekuensi rendah.
- Derajat III, gangguan pendengaran tidak lagi berfluktuasi namun progresif memburuk. Kali ini mengenai kedua telinga sehingga pasien seolah mengalami tuli total. Vertigo mulai berkurang atau menghilang.
2.7 Patofisiologi
Pada pemeriksaan histopatologi
tulang temporal didapatkan pelebaran dan perubahan pada morfologi pada membran
Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli, terutama di daerah
apeks koklea (helikotrema). Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapat menekan
utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari apeks koklea,
kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea.
Secara patologis, penyakit Meniere disebabkan
oleh pembengkakan pada kompartemen endolimfatik, bila proses ini berlanjut
dapat terjadi ruptur membran Reissner sehingga endolimfe bercampur dengan
perilimfe. Hal ini meyebabkan gangguan pendengaran sementara yang kembali pulih
setelah membrana kembali menutup dan cairan endolimfe dan perilimfe kembali
normal. Hal ini yang menyebabkan terjadinya ketulian yang dapat sembuh bila
tidak terjadinya serangan.
Terjadinya Low tone Hearing Loss
pada gejala awal yang reversibel disebabkan oleh distorsi yang besar pada
daerah yang luas dari membrana basiler pada saat duktus koklear membesar ke
arah skala vestibuli dan skala timpani.
Mekanisme terjadinya serangan yang
tiba-tiba dari vertigo kemungkinan disebabkan terjadinya penonjolan-penonjolan
keluar dari labirin membranasea pada kanal ampula. Penonjolan kanal
ampula secara mekanis akan memberikan gangguan terhadap krista. Tinitus dan
perasaan penuh di dalam telinga pada saat serangan mungkin disebabkan tingginya
tekanan endolimfatikus.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada tes definitive untuk
memeriksa penyakit meniere. Ada beberapa penyakit dan kondisi yang memiliki
gejala yang sama dengan penyakit meniere. Penyakit meniere tidak dapat
didiagnosa hanya dari gejala yang ada. Berbagai kemungkinan harus dapat dibedakan
dengan penyakit lain. Ketika dokter mengeliminasi penyakit lain dari gejala
yang ada, maka dari situ baru penyakit meniere ditegakkan.
Tes yang mendukung untuk pemeriksaan
penyakit meniere yaitu :
1.
Tes pendengaran ( tes penala )
Pada tes penala didapatkan kesan
tuli sensorineural pada penyakit meniere
2.
Tes gliserin
Pasien diberikan minum gliserin 1,2
ml/kgBB setelah diperiksa tes kalori dan audiogram. Setelah 2 jam diperiksa
kembali dan dibandingkan. Perbedaan bermakna menunjukkan adanya hydrops endolimfe.
3.
Audiogram
Hasil audiogram pada penyakit
meniere didapatkan tuli sensorineural, terutama nada rendah dan selanjutnya
dapat ditemukan rekrutmen.
4.
Tes kalori
Tes ini dilakukan untuk menilai
fungsi keseimbangan, Setiap telinga dites secara terpisah, Pada telinga masing
– masing disemprotkan secara bergantian air dingin dan air hangat. Setelah
beberapa saat akan timbul nistagmus yang arahnya berlawanan dengan arah
semprotan.
Tes ini cukup berarti dengan kepekaan 60% (black-1980). Tes ini berguna untuk menentukan labirin yang hipoaktif dengan gambaran grafik adanya parese dari kanal.
Tes ini cukup berarti dengan kepekaan 60% (black-1980). Tes ini berguna untuk menentukan labirin yang hipoaktif dengan gambaran grafik adanya parese dari kanal.
5.
Electronystamography
Tes ini untuk menilai fungsi
keseimbangan
6.
Pemeriksaan radiologi
Secara rutin harus dilakukan
pemeriksaan tulang temporal dan kalau bisa dengan poli tomografi. Pada
pemeriksaan ini bisa dijumpai meatus akustikus yang menyempit, tetapi kadang-kadangmelebar dan dijumpai otosklerotis dari optic
kapsul.
Dasar
Diagnosis Penyakit Meniere
Diagnosis
penyakit meniere ditegakkan berdasarkan kombinasi dari gejala yang ada, tes
pendengaran dimana terdapat gangguan pendengaran setelah serangan yang
berangsur-angsur membaik lagi, serta setelah pengeliminasian dari penyakit
lain.
Diagnosis
dipermudah dengan dibakukan kriteria diagnosis yaitu :
a.
Vertigo hilang timbul
b.
Fluktuasi gangguan pendengaran
berupa tuli saraf
c.
Menyingkirkan kemungkinan penyebab
dari sentral
Bila gejala khas dari penyakit
meniere pada anamnesis ditemukan maka diagnosis penyakit meniere dapat
ditegakkan.
Pemeriksaan fisik hanya diperlukan
untuk menguatkan diagnosis penyakit ini. Bila dalam anamnesis terdapat riwayat
fluktuasi pendengaran, sedangkan pada pemeriksaan terdapat tuli saraf, maka
kita sudah dapat mendiagnosa penyakit meniere. Sebab tidak ada penyakit lain
yang bisa menyebabkan perbaikan dalam tuli saraf, kecuali pada penyakit
meniere. Dalam hal yang meragukan kita dapat membuktikan adanya hydrops dengan
tes gliserin. Selain itu tes gliserin ini berguna untuk menentukan prognosis
tindakan operatif pada pembuatan “ shunt “. Bila terdapat hydrops, maka operasi
diduga akan berhasil dengan baik.
Diagnosis
Banding
·
Tumor nervus akustikus
·
Vertigo sebagai gejala dini dari
meningioma, schwannoma dan lain – lain. Schwannoma atau neurinoma akustikus
mula timbul dengan tuli perspektif unilateral yang progresif. Pada tahap dini
terdapat vertigo. Kalau tumor itu menjalar dan merusak meatus akustikus
interna, maka hemihipestesia fasialis dengan reflek kornea yang menurun atau
lenyap dapat detemukan bersama adanya hemiparesis fasialis ringan akibat
terlibatnya nervus trigeminus / ganglkion gasseri dan nervus facialis.
Pemeriksaan kalorik dan audiogram sudah dapat memperlihatkan kerusakan
disusunan vestibularis dan auditorik sesisi. Perjalanan penyakitnya sangat
lambat.
·
Labirintitis
Labirintitis disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Labirintitis bakteri merupakan komplikasi dari mastoiditis, otitis media atau meningitis. Sedangkan pada labirinitis virus berkembang dalam perjalanan penyakit parotis epidemika dan rubeola. Pada labirinitis virus daya pendengaran normal atau sedikit terganggu. Sedangkan pada labirintitis bakteri dijumpai adanya tuli berat. Demam, sakit kepala dan nyeri di dalam telinga tidak selamanya ada.
Labirintitis disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Labirintitis bakteri merupakan komplikasi dari mastoiditis, otitis media atau meningitis. Sedangkan pada labirinitis virus berkembang dalam perjalanan penyakit parotis epidemika dan rubeola. Pada labirinitis virus daya pendengaran normal atau sedikit terganggu. Sedangkan pada labirintitis bakteri dijumpai adanya tuli berat. Demam, sakit kepala dan nyeri di dalam telinga tidak selamanya ada.
·
Neuritis vestibularis
Penyakit ini
timbul secara mendadak dengan serangan vertigo berat diiringi mual dan muntah.
Nistagmus spontan menyertai serangan vertigo ini. Komponen cepat mengarah ke
sisi yang normal. Pada tes kalorik ditemukan paresis vestibular unilateral.
Tetapi yang membedakan dengan penyakit meniere yaitu pada penyakit ini
pendengaran tidak terganggu. Dan dengan atau tanpa pengobatan serangan vertigo
dapat hilang sama sekali dalam beberapa minggu atau dengan gejala sisa berupa
vertigo posisional yang berlangsung sejenak dan bangkit sekali – sekali saja
·
Vertigo posisionil benigna
Vertigo
benigna dikenal juga sebagai vertigo barany. Sindrome vestibuler ini paling
umum, dan dijuluki posisional karena vertigonya timbul kalau kepala berputar
kekanan atau ke kiri. Hal ini terjadi jika kepala menoleh ke kanan atau ke kiri
dan jika merebahkan badan untuk berbaring atau berbalik ke samping waktu
berbaring.
2.9 Penatalaksanaan
Terapi
a. Terapi Medis Profilaksis
Terapi
medis diarahkan untuk mengatasi proses penyakit yang mendasarinya atau
mengontrol serangan vertigo selama eksaserbasi penyakit.
- Vasodilator
Vasidilator
yang sering digunakan adalah Betahistin HCl 8 mg 3 kali sehari, jika tidak
terdapat ulkus peptikum. Alternatif lain adalah asam nikotinat, histamine dan
siklandelat. Vasodilator digunakan akibat gangguan pada endolimfe oleh kelainan
vaskuler.
- Antikolinergik
Probantin
telah digunakan sebagai terapi meniere karena teori bahwa hidrops endolimfatik
disebabkan oleh disfungsi susunan saraf autonom di telinga dalam.
- Penggunaan
Hormon Tiroid
Penggunan
hormone tiroid didasrkan atas teori bahwa hipotiroidisme ringan adalah termasuk
penyeab hidrops endolimfatik.
- Pemberian
Vitamin
Pemberian
vitamin berdasarkan atas teori bahwa penyakit meniere akibat defisiensi
vitamin. Vitamin yang biasa diberikan adalah vitamin B kompleks, asam askorbat
dan senyawa sitrus bio-flavonoid (Lipoflavonoid).
-
Diet rendah garam dan Pemberian diuretic
Diet
rendah garam dan pemberian diuretic dimaksudkan adalah agar menurunkan jumlah
cairan tubuh dengan harapan juga menurunkan cairan endolimfe.
- Program
pantang makanan
Terapi
ini kadang digunakan pada meniere yang bias disebabkan akibat terjadinya suatu
alergi makanan.
b. Terapi Simtomatik
Terapi
simtomatik ditujukan untukl menghentikan atau mengurangi hebatnya serangan
vertigo dan tanpa berdalih berusaha mengoreksi sebab dasar penyakit Meniere.
- Sedative
Sedative
dalam dosis ringan seperti fenobirtal atau trankulizer seperti diazepam
(Valium) sering menolong pasien rileks dan menurunkan frekuensi serangan
vertigo.
- Antihistamine
dan antiemetik
Antihistamin
dan antiemetic tertentu efektif menghentikan atau mengurangi keparahn seringan
vertigo pada pasien Meniere. Antihistamin yang sering diberikan adalah
dimenhidrinat (dramamine) dan siklizin (Marezine). Sedangkan antiemetic yang
biasa digunakan adalah antiemetic diferidol.
- Depresan vestibuler
Depresan
vestibuler digunakan unruk mencegah atau mengurangi keparahan serangan vertigo
dan untuk terapi pasien selama eksaserbasi penyakit ini sampai terjadi remisi
spontan.
Pembedahan
Pembedahan
dianjurkan jika gejalanya tidak dapat diatasi dengan terapi. Prosedur
pembedahan konservatif, misalnya operasi dekompresi salus endolimfatikus,
ditujukan untuk mempertahankan pendengaran pad telinga yang mengalami gangguan.
Tindakan ini mengandung sedikit resiko menyebabkan kerusakan pendengaran dan
betujuab ubtuk mengatasi serangan vertigo, serta dapat mencegah penyakit
Meniere. Pembedahan dibagi menjadi 3 kelompok : bedah destruktif, bedah
destruktif sebagian dan bedah nondestruktif.
Labirinektomi
Labirinektomi
atau destruksi total pada labirintus membranaseus, merupakan jaminan
pasti untuk menyembuhkan vertigo pada penyakit Meniere, tetapi terpaksa harus
mengorbankan pendengaran secar total pada telinga yang bersangkutan. Tindakan
ini boleh dipertimbangkan bila kehilangan pendengaran pada salah satu telinga
sudah demikian berat sedang telinga yang satu lagi masih mampu mempertahankan
fungsi normalny
BAB 3
PEMBAHASAN (ASKEP)
3.1 Pengkajian
Identitas Klien
Nama,
tempat tanggal lahir, jenis kelamin,umur, pekerjaan, nama ayah/ ibu, pekerjaan,
alamat, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir.
Riwayat Sakit dan Kesehatan
·
Keluhan Utama
: vertigo, tinitus, dan penurunan pendengaran
·
Riwayat Penyakit Sekarang : tidak diketahui dengas jelas
·
Riwayat Penyakit dahulu
·
Riwayat Keluarga
·
Riwayat Pengobatan
Observasi Dan Pemeriksaan
Fisik
1.
Keadaan Umum
2.
Tanda-Tanda Vital :
Suhu, nadi, tekanan darah, dan
respiratory rate (RR).
3.
Pemeriksaan pendengaran
- Tes Weber
- Tes Rinne
- Tes Swabach
4.
Pemeriksaan per sistem :
B1
: Breathing (Sistem Pernapasan)
Bentuk dada
Pola nafas :
normal
Suara napas : normal
Retraksi otot bantu napas : tidak ada
Alat bantu pernapasan : tidak ada
B2
: Blood (Sistem Kardiovaskular)
Irama jantung : regular; S1,S2
tunggal.
Akral
: normal
Tekanan darah : hipotensi
B3
: Brain (Sistem Persyarafan)
Tinitus, penurunan pendengaran, vertigo
B4
: Bladder (Sistem Perkemihan)
Normal
B5
: Bowell (Sistem Pencernaan)
Asupan nutrisi : terganggu akibat mual, muntah dan anoreksia
B6
: Bone (Sistem Integumen dan Muskuloskeletal)
Turgor kulit
: menurun
Mobilitas fisik : lemah, malaise
5.
Pemeriksaan Penunjang
- Pneumo-otoskopi untuk melihat ada tidaknya nistagmus
- Romberg test
- Fukuda marching step test
- Dix-Hallpike test atau tes kalori bitermal
- Audiogram
- Tes gliserin
Pasien diberi minum gliserin 1,2 ml/
kg BB setelah diperiksa kalori dan audiogram. Setelah 2 jam diperiksa kembali
dan dibandingkan. Perbedaan bermakna menunjukkan adanya hidrops endolimfatikus.
- Transtimpanic Elektrokokleografi
Dapat menunjukkan abnormalitas pada
60% pasien yang menderita penyakit meniere.
- Politom Elektronistagmogram
Bisa normal atau menunjukkan
penurunan respons vestibuler.
- CT scan atau MRI kepala
- Elektroensefalografi
- Stimulasi kalorik
- Videonistagmography
3.2 Diagnosa Keperawatan
- Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran
- Resiko tinggi cedera berhubungan dengan perubahan mobilitas karena gangguan cara berjalan dan vertigo.
- Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan dan kehilangan pendengaran
- Resiko terhadap trauma berhubungan dengan kesulitan keseimbangan
No.
|
Diagnosis
keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria
Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan vertigo.
|
menghindari cedera fisik yang
berkaitan dengan ketidakseim- bangan saat mobilisasi.
|
a. Klien dapat berjalan
dengan normal / lancar.
b. Klien mampu menjaga keseimbangan
tubuhnya saat melakukan mobilisasi
|
1.
Kaji
vertigo yang meliputi riwayat, awitan, gambaran serangan, durasi, frekuensi,
dan adanya gejala telinga yang terkait kehilangan pendengaran, tinitus, rasa
penuh di telinga.
2.
Kaji
luasnya ketidakmampu-an berkaitan dengan aktivitas rutin
3.
Ajarkan
atau tekankan terapi vestibular/ keseimbangan sesuai indikasi
4.
Berikan
atau ajari cara pemberian obat anti vertigo dan atau obat penenang vestibular
serta beri petunjuk pada pasien mengenai efek sampingnya.
5.
Dorong
pasien untuk berbaring / istirahat bila merasa pusing.
|
1. Luasnya ketidakmam-puan akan
meningkatkan resiko cidera / jatuh.
2. Latihan / terapi mempercepat
kompensasi labirin yang dapat mengurangi vertigo dan gangguan cara jalan.
3. Melatih kemandirian klien
4. Mengurangi kemungkinan jatuh dan
cedera sebab peningkatan gerak/
mobilitas akan memperberat vertigo.
5. Untuk mengurangi mobilitas
berlebih dan untuk keamanan klien.
|
2.
|
Gangguan persepsi sensori
auditorius berhubungan dengan proses penyakit
|
Gangguan persepsi sensori dapat
teratasi
|
a. Rasa berdenging dapat hilang /
berkurang
b.Komunikasi efektif antara klien,
keluarga, dan tenaga kesehatan.
|
1.
Monitor
tingkat kelemahan persepsi klien
2.
Memperbaiki
komunikasi : berbicara tegas dan jelas (tanpa berteriak)
3.
Ajarkan
cara berkomunikasi yang tepat yaitu menggunakan tanda nonverbal
(ekspresi wajah, menunjuk
dan sikap tubuh)
|
1. Mengusaha-kan mobilitas fisik yang
sesuai dengan kebutuhan klien
2. Menjaga privasi klien dan keluarga
3. Putuskan solusi bersama agar klien
dan perawat dapat berkomunikasi efektif
|
3.
|
Ansietas berhubungan dengan ancaman, atau perubahan status kesehatan dan efek
ketidakmam-puan akibat vertigo
|
|
Klien tidak mengalami kecemasan terhadap status kesehatannya
Klien mampu meningkatkan koping
diri
Kaji
tingkat ansietas
|
1.
Bantu
pasien mengidentifikasi keterampilan koping yang telah dilakukan dengan
berhasil pada masa lalu.
2.
Beri
upaya kenyamanan dan hindari aktivitas yang menyebabkan stress
3.
Ajarkan
pasien teknik penatalaksanaan stress / lakukan
rujukan sesuai indikasi.
|
1. Meningkatkan kesadaran dan
pemahaman hubungan antara tingkat antietas dan perilaku.
2. Meningkatkan pengetahuan membantu
mengurangi ansietas
3. Situasi penuh stress dapat
memperberat gejala kondisi ini.
|
BAB IV
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Penyakit Meniere adalah suatu
penyakit pada telinga dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran dan
keseimbangan. Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa vertigo,
tinnitus, dan pendengaran yang berkurang ssecara progresif, biasanya pada satu
telinga. Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari
endolimfe pada telinga dalam.
3.2
Saran
Diharapkan dengan hadirnya makalah
ini maka mahasiswa maupun praktisi kesehatan dapat memahami asuhan keperawatan
pada pasien dengan Sindrom Meniere dengan tepat
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2001.
Patofisiologi. Jakarta : EGC
Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : bagian
ilmu kesahatan anak fakultas
kedokteran universitas Indonesia
Putz R dan Pabst R. 1997. Sobotta. Jakarta : EGC
Arsyad, Efiaty, dkk. 2007. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKAN,
KEPALA dan LEHER edisi keenam. Balai penerbit FKUI: Jakarta.
Meniere.html
No comments:
Post a Comment