Monday, April 8, 2013

Askep Sindrom Meniere

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Penyakit Meniere pertama kali dijelaskan oleh seorang ahli dari Perancis bernama Prospere Meniere dalam sebuah artikel yang diterbitkannya pada tahun 1861. Definisi penyakit Meniere adalah suatu penyakit pada telinga bagian dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan. Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa vertigo, tinnitus, dan pendengaran yang berkurang, biasanya pada satu telinga. Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari endolimph pada telinga dalam.
Dari penelitian yang dilakukan didapat data sekitar 200 kasus dari 100.000 orang di dunia menderita penyakit Meniere. Kebanyakan penderita adalah yang berumur 40 tahun keatas dan tidak ada perbedaan yang berarti antara antara jumlah penderita pria dan wanita. Prevalensi penyakit Meniere di beberapa negara berbeda-beda, di Amerika terdapat 218 penderita dari 100.000 penduduk, di Jepang terdapat 36 penderita dari 100.000 penduduk, dan 8 penderita dari 100.000 penduduk terdapat di Italia.
Kelompok akan berusaha menjelaskan tentang sindrom meniere beserta asuhan keperawatan yang diharapkan dapat berguna untuk mahasiswa dan masyarakat pada umumnya.
 1.2  Rumusan Masalah
Apa konsep teori dari Sindrom Meniere dan bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Sindrom Meniere?
1.3 Tujuan
1.3.1    Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada klien dengan sindrom meniere.
1.3.2    Tujuan Khusus
  1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari sindrom meniere
  2. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari sindrom meniere
  3. Mahasiswa mampu memahami Manifestasi klinis dari sindrom meniere
  4. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari sindrom meniere
  5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari sindrom meniere
  6. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari sindrom meniere, meliputi:
1)      Pengkajian
2)      Diagnosa Keperawatan
3)      Intervensi keperawatan
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan teman-teman mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom meniere, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.














BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
 2.1 Anatomi Telinga
Telinga dibagi menjadi telinga luar, telinga tengah , dan telinga dalam.
·         Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½ - 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit ditemukan kelenjar serumen. Kulit pada bagian ini sangat erat melekat ke tulang dengan lapisan subkutan yang padat membentuk perios.

·         Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas :
- Luar : membran timpani
- Depan : tuba eustachius
- Bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Dalam :berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window)
, dan promontorium.

Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes melekat pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang merupakan persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.

·         Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi sirkularis. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (membran Reissner) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak membran corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus, dan kanalis semisirkularis. Utrikulus berhubungan dengan sakulus melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus silia, yang disebut kupula, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang berat jenisnya lebih berat daripada endolimfe. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista.



2.2  Fisiologi Pendengaran
Getaran suara pertama kali ditangkap oleh daun telinga dan dihantarkan melalui liang telinga dan diteruskan ke membrana timpani dan diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang-tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membrana timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membrane basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius.
Serabut-serabut saraf koklearis berjalan menuju inti koklearis dorsalis dan ventralis. Sebagian besar serabut dari inti melintasi garis tengah dan berjalan naik menuju kolikulus inferior kontralateral, namun sebagian serabut tetap berjalan ipsilateral. Penyilangan selanjutnya terjadi pada inti lemniskus lateralis dan kolikulus inferior. Dari kolikulus inferior , jaras pendengaran berlanjut ke korpus genikulatum dan kemudian ke korteks pendengaran pada lobus temporalis (area 39-40).

2.3 Fisiologi Keseimbangan
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan propioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin membrane yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat Krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia akan menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang penglepasan neurotransmitter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang berlangsung.
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada system tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.


2.4 Definisi
            Penyakit Meniere pertama kali dijelaskan oleh seorang ahli dari Perancis bernama Prospere Meniere dalam sebuah artikel yang diterbitkannya pada tahun 1861. Definisi penyakit Meniere adalah suatu penyakit pada telinga dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan. Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa vertigo, tinnitus, dan pendengaran yang berkurang ssecara progresif, biasanya pada satu telinga. Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari endolimfe pada telinga dalam. 
Endolimph atau cairan Scarpa adalah cairan yang berada di dalam labirin telinga dalam. Kation utama yang berada di cairan ekstraselular ini adalah kalium. Ion yang terdapat di dalam endolimfe lebih banyak dari perilimfe. Sedangkan perilimfe adalah cairan ekstraseluler yang terletak di koklea, tepatnya pada bagian skala timpani dan skala vestibuli. Komposisi ionik perimlife seperti pada plasma dan cairan serebrospinal. Kation terbanyak adalah natrium. Perilimfe dan endolimfe memiliki komposisi ionik yang unik yang sesuai untuk menjalankan fungsinya yaitu mengatur rangsangan elektrokimiawi dari sel-sel rambut di indera pendengaran. Potensoal listrik dari endolimfe ~80-90 mV lebih positif dari perilimfe.
            Canalis semisirkularis (saluran setengah lingkaran), merupakan suatu struktur yang terdiri dari 3 buah saluran setengah lingkaran yang tersusun menjadi satu kesatuan dengan posisi yang berlainan, yaitu: canalis semisirkularis horizontal, canalis semisirkularis vertikal superior, canalis semisirkularis vertikal posterior. Masing-masing canalis semisirkularis berisi cairan endolympha dan pada salah satu ujungnya yang membesar disebut ampula, berisi reseptor keseimbangan yang disebut cristac ampularis. Masing-masing cristac terdiri dari sel-sel bercillia dan sel-sel penyangga yang keseluruhannya ditutupi oleh suatu selaput yang disebut cupula. Karena kelembamannya, maka endolymph yang terdapat di dalam canalis semisirkularis akan bergerak ke arah yang berlawanan dengan arah putaran. Aliran endolymph akan mendorong cupula melengkungkan cillia-cillia dari sel-sel rambut, dengan demikian maka sel bercillia tersebut terangsang dan merubahnya menjadi impuls sensori yang untuk selanjutnya ditransmisikan ke pusat keseimbangan di otak. Canalis semisirkularis merupakan organ keseimbangan dinamis yaitu memberikan respons terhadap pemutaran tubuh.

2.5 Etiologi
            Penyebab pasti dari penyakit Meniere sampai sekarang belum diketahui secara pasti, banyak ahli mempunyai pendapat yang berbeda. Sampai saat ini dianggap penyebab dari penyakit ini disebabkan karena adanya gangguan dalam fisiologi sistem endolimfe yang dikenal dengan hidrops endolimfe, yaitu suatu keadaan dimana jumlah cairan endolimfe mendadak meningkat sehingga mengakibakan dilatasi dari skala media. Tetapi, penyebab hidrops endolimfe sampai saat ini belum dapat dipastikan. Ada beberapa anggapan mengenai penyebab terjadinya hidrops, antara lain :
  1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri
  2. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler
  3. Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
  4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan endolimfa
  5. Infeksi telinga tengah
  6. Infeksi traktus respiratorius bagian atas
  7. Trauma kepala
  8. Konsumsi kafein dan makanan yang mengandung garam tinggi
  9. Konsumsi aspirin, alkohol, dan rokok yang berkepanjangan
  10. Infeksi virus golongan herpesviridae
  11. Herediter
Berikut akan dijelaskan mengenai penyebab yang dianggap dapat mencetuskan penyakit Meniere:
  1. Virus Herpes (HSV)
Herpes virus banyak ditemukan pada pasien Meniere. Pernah ada laporan bahwa 12 dari 16 pasien Meniere terdapat DNA virus herpes simpleks pada sakus endolimfatikusnya. Selain itu pernah dilaporkan juga pada pasien Meniere yang diberi terapi antivirus terdapat perbaikan. Tetapi anggapan ini belum dapat dibuktikan seluruhnya karena masih perlu penelitian yang lebih lanjut.
  1. Herediter
Pada penelitian didapatkan 1 dari 3 orang pasien mempunyai orang tua yang menderita penyakit Meniere juga. Predisposisi herediter dianggap mempunyai hubungan dengan kelainan anatomis saluran endolimfatikus atau kelainan dalam sistem imunnya.
  1.  Alergi
Pada pasien Meniere didapatkan bahwa 30% diantaranya mempunyai alergi terhadap makanan. Hubungan antara alergi dengan panyakit Meniere adalah sebagai berikut :
  • Sakus endolimfatikus mungkin menjadi organ target dari mediator yang dilepaskan pada saat tubuh mengadakan reaksi terhadap makanan tertentu.
  • Kompleks antigen-antibodi mungkin menggangu dari kemampuan filtrasi dari sakus endolimfatikus
  • Ada hubungan antara alergi dan infeksi virus yang menyebabkan hidrops dari sakus endolimfatikus
  1.  Trauma kepala
Jaringan parut akibat trauma pada telinga dalam dianggap dapat menggangu aliran hidrodinamik dari endolimfatikus. Anggapan ini diperkuat dengan adanya pasien Meniere yang mempunyai riwayat fraktur tulang temporal.
  1. Autoimun
Ada pula anggapan dari ahli yang menyatakan bahwa hidrops endolimfe bukan merupakan penyebab dari penyakit Meniere. Ini dikatakan oleh Honrubia pada tahun 1999 dan Rauch pada tahun 2001 bahwa pada penelitian otopsi ditemukan hidrops endolimfe pada 6% dari orang yang tidak menderita penyakit Meniere. Penelitian yang banyak dilakukan sekarang difokuskan pada fungsi imunologik pada sakus endolimfatikus. Beberapa ahli berpendapat penyakit Meniere diakibatkan oleh gangguan autoimun. Brenner yang melakukan penelitian pada tahun 2004 mengatakan bahwa pada sekitar 25 % penderita penyakit Meniere didapatkan juga penyakit autoimun terhadap tiroid. Selain itu Ruckenstein pada tahun 2002 juga mendapatkan pada sekitar 40 % pasien penderita penyakit Meniere didapatkan hasil yang positif pada pemeriksaan autoimun darah seperti Rheumatoid factor, Antibodi antiphospholipid dan Anti Sjoegren.

2.6 Manifestasi Klinis
            Sifat yang khas pada penyakit Meniere adalah terdapatnya periode aktif/serangan yang bervariasi lamanya yang diselingi dengan periode remisi yang lebih panjang dan juga bervariasi lamanya. Pola serangan dan remisi pada individu tidak dapat diramalkan, walaupun gejala berkurang setelah beberapa tahun. Pada saat serangan biasanya terdapat trias Meniere yaitu vertigo, tinitus, dan gangguan pendengaran. Biasanya terdapat adanya suatu periode rasa penuh atau tertekan pada telinga yang dirasakan penderita selama berjam-jam, berhari-hari, atau berminggu-minggu. Namun sensasi ini terlupakan karena adanya serangan vertigo yang hebat yang timbul tiba-tiba disertai mual dan muntah. Terdapat adanya kurang pendengaran yang hampir tidak dirasakan pada telinga yang bersangkutan karena genuruh tinitus yang timbul bersamaan dengan vertigo. Episode awal biasanya berlangsung selama 2-4 jam, setelah itu vertigo mereda, meskipun pusing (dizziness) pada gerakan kepala menetap selama beberapa jam. Pendengaran membaik dan titnitus berkurang, tetapi tidak menghilang dengan redanya vertigo.
Kemudian ada periode bebas vertigo. Selama periode ini penderita mungkin hanya merasakan tinitus yang bergemuruh. Gejala-gejala ini kemudian diselingi oleh episode vertigo spontan lain yang mirip dengan yang pertama dengan derajat yang lebih ringan. Frekuensi serangan ini bervariasi, tetapi biasanya timbul sebanyak satu atau dua kali dalam seminggu, atau sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan. Pada kasus-kasus berat dapat timbul serangan setiap hari. Biasanya setelah periode tersebut, yang dapat berlangsung beberapa minggu, terjadi remisi spontan atau akibat pengobatan, yang pada waktu itu gejala hilang sama sekali, kecuali gangguan pada pendengaran pada telinga yang bersangkutan. Namun fase remisi tersebut ternyata tidak permanen, dapat terjadi pengulangan fase akut seperti sebelumnya yang timbul dalam beberapa bulan. Sementara pola aktif dan remisi berjalan, gejala pada periode akut melemah oleh karena hilangnya secra bertahap kemampuan organ akhir dalam memberikan respon akibat degenerasi elemen-elemen sensorik.
Variasi dalam simtomatologi telah di uraikan dan kadang-kadang dapat ditemukan. Sindrom Lermoyes merupakan satu contoh dimana gangguan pendengaran terjadi berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum timbulnya serangan vertigo pertama.
Ada 3 tingkat derajat keparahan penyakit Meniere :
  1. Derajat I, gejala awal berupa vertigo yang disertai mual dan muntah. Gangguan vagal seperti pucat dan berkeringat dapat terjadi. Sebelum gejala vertigo menyerang, pasien dapat merasakan sensasi di telinga yang berlangsung selama 20 menit hingga beberapa jam. Diantara serangan, pasien sama sekali normal.
  2. Derajat II, gangguan pendengaran semakin menjadi-jadi dan berfluktuasi. Muncul gejala tuli sensorineural terhadap frekuensi rendah.
  3. Derajat III, gangguan pendengaran tidak lagi berfluktuasi namun progresif memburuk. Kali ini mengenai kedua telinga sehingga pasien seolah mengalami tuli total. Vertigo mulai berkurang atau menghilang.
2.7 Patofisiologi
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal didapatkan pelebaran dan perubahan pada morfologi pada membran Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli, terutama di daerah apeks koklea (helikotrema). Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari apeks koklea, kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea.
Secara patologis, penyakit Meniere disebabkan oleh pembengkakan pada kompartemen endolimfatik, bila proses ini berlanjut dapat terjadi ruptur membran Reissner sehingga endolimfe bercampur dengan perilimfe. Hal ini meyebabkan gangguan pendengaran sementara yang kembali pulih setelah membrana kembali menutup dan cairan endolimfe dan perilimfe kembali normal. Hal ini yang menyebabkan terjadinya ketulian yang dapat sembuh bila tidak terjadinya serangan.
Terjadinya Low tone Hearing Loss pada gejala awal yang reversibel disebabkan oleh distorsi yang besar pada daerah yang luas dari membrana basiler pada saat duktus koklear membesar ke arah skala vestibuli dan skala timpani.
Mekanisme terjadinya serangan yang tiba-tiba dari vertigo kemungkinan disebabkan terjadinya penonjolan-penonjolan keluar dari labirin membranasea pada kanal ampula.  Penonjolan kanal ampula secara mekanis akan memberikan gangguan terhadap krista. Tinitus dan perasaan penuh di dalam telinga pada saat serangan mungkin disebabkan tingginya tekanan endolimfatikus.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada tes definitive untuk memeriksa penyakit meniere. Ada beberapa penyakit dan kondisi yang memiliki gejala yang sama dengan penyakit meniere. Penyakit meniere tidak dapat didiagnosa hanya dari gejala yang ada. Berbagai kemungkinan harus dapat dibedakan dengan penyakit lain. Ketika dokter mengeliminasi penyakit lain dari gejala yang ada, maka dari situ baru penyakit meniere ditegakkan.
Tes yang mendukung untuk pemeriksaan penyakit meniere yaitu :
1.      Tes pendengaran ( tes penala )
Pada tes penala didapatkan kesan tuli sensorineural pada penyakit meniere
2.      Tes gliserin
Pasien diberikan minum gliserin 1,2 ml/kgBB setelah diperiksa tes kalori dan audiogram. Setelah 2 jam diperiksa kembali dan dibandingkan. Perbedaan bermakna menunjukkan adanya hydrops endolimfe.
3.      Audiogram
Hasil audiogram pada penyakit meniere didapatkan tuli sensorineural, terutama nada rendah dan selanjutnya dapat ditemukan rekrutmen.
4.      Tes kalori
Tes ini dilakukan untuk menilai fungsi keseimbangan, Setiap telinga dites secara terpisah, Pada telinga masing – masing disemprotkan secara bergantian air dingin dan air hangat. Setelah beberapa saat akan timbul nistagmus yang arahnya berlawanan dengan arah semprotan.
Tes ini cukup berarti dengan kepekaan 60% (black-1980). Tes ini berguna untuk menentukan labirin yang hipoaktif dengan gambaran grafik adanya parese dari kanal.

5.      Electronystamography
Tes ini untuk menilai fungsi keseimbangan
6.      Pemeriksaan radiologi
Secara rutin harus dilakukan pemeriksaan tulang temporal dan kalau bisa dengan poli tomografi. Pada pemeriksaan ini bisa dijumpai meatus akustikus yang menyempit, tetapi kadang-kadangmelebar dan dijumpai otosklerotis dari optic kapsul.

Dasar Diagnosis Penyakit Meniere
Diagnosis penyakit meniere ditegakkan berdasarkan kombinasi dari gejala yang ada, tes pendengaran dimana terdapat gangguan pendengaran setelah serangan yang berangsur-angsur membaik lagi, serta setelah pengeliminasian dari penyakit lain.
Diagnosis dipermudah dengan dibakukan kriteria diagnosis yaitu :
a.       Vertigo hilang timbul
b.      Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf
c.       Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral
Bila gejala khas dari penyakit meniere pada anamnesis ditemukan maka diagnosis penyakit meniere dapat ditegakkan.
Pemeriksaan fisik hanya diperlukan untuk menguatkan diagnosis penyakit ini. Bila dalam anamnesis terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada pemeriksaan terdapat tuli saraf, maka kita sudah dapat mendiagnosa penyakit meniere. Sebab tidak ada penyakit lain yang bisa menyebabkan perbaikan dalam tuli saraf, kecuali pada penyakit meniere. Dalam hal yang meragukan kita dapat membuktikan adanya hydrops dengan tes gliserin. Selain itu tes gliserin ini berguna untuk menentukan prognosis tindakan operatif pada pembuatan “ shunt “. Bila terdapat hydrops, maka operasi diduga akan berhasil dengan baik.

Diagnosis Banding
·         Tumor nervus akustikus
·         Vertigo sebagai gejala dini dari meningioma, schwannoma dan lain – lain. Schwannoma atau neurinoma akustikus mula timbul dengan tuli perspektif unilateral yang progresif. Pada tahap dini terdapat vertigo. Kalau tumor itu menjalar dan merusak meatus akustikus interna, maka hemihipestesia fasialis dengan reflek kornea yang menurun atau lenyap dapat detemukan bersama adanya hemiparesis fasialis ringan akibat terlibatnya nervus trigeminus / ganglkion gasseri dan nervus facialis. Pemeriksaan kalorik dan audiogram sudah dapat memperlihatkan kerusakan disusunan vestibularis dan auditorik sesisi. Perjalanan penyakitnya sangat lambat.
·         Labirintitis
Labirintitis disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Labirintitis bakteri merupakan komplikasi dari mastoiditis, otitis media atau meningitis. Sedangkan pada labirinitis virus berkembang dalam perjalanan penyakit parotis epidemika dan rubeola. Pada labirinitis virus daya pendengaran normal atau sedikit terganggu. Sedangkan pada labirintitis bakteri dijumpai adanya tuli berat. Demam, sakit kepala dan nyeri di dalam telinga tidak selamanya ada.
·         Neuritis vestibularis
Penyakit ini timbul secara mendadak dengan serangan vertigo berat diiringi mual dan muntah. Nistagmus spontan menyertai serangan vertigo ini. Komponen cepat mengarah ke sisi yang normal. Pada tes kalorik ditemukan paresis vestibular unilateral. Tetapi yang membedakan dengan penyakit meniere yaitu pada penyakit ini pendengaran tidak terganggu. Dan dengan atau tanpa pengobatan serangan vertigo dapat hilang sama sekali dalam beberapa minggu atau dengan gejala sisa berupa vertigo posisional yang berlangsung sejenak dan bangkit sekali – sekali saja
·         Vertigo posisionil benigna
Vertigo benigna dikenal juga sebagai vertigo barany. Sindrome vestibuler ini paling umum, dan dijuluki posisional karena vertigonya timbul kalau kepala berputar kekanan atau ke kiri. Hal ini terjadi jika kepala menoleh ke kanan atau ke kiri dan jika merebahkan badan untuk berbaring atau berbalik ke samping waktu berbaring.

 2.9 Penatalaksanaan 
Terapi
    a. Terapi Medis Profilaksis
Terapi medis diarahkan untuk mengatasi  proses penyakit yang mendasarinya atau mengontrol serangan vertigo selama eksaserbasi penyakit.



-   Vasodilator
Vasidilator yang sering digunakan adalah Betahistin HCl 8 mg 3 kali sehari, jika tidak terdapat ulkus peptikum. Alternatif lain adalah asam nikotinat, histamine dan siklandelat. Vasodilator digunakan akibat gangguan pada endolimfe oleh kelainan vaskuler.
-   Antikolinergik
Probantin telah digunakan sebagai terapi meniere karena teori bahwa hidrops endolimfatik disebabkan oleh disfungsi susunan saraf autonom di telinga dalam.
-   Penggunaan Hormon Tiroid
Penggunan hormone tiroid didasrkan atas teori bahwa hipotiroidisme ringan adalah termasuk penyeab hidrops endolimfatik.
-   Pemberian Vitamin
Pemberian vitamin berdasarkan atas teori bahwa penyakit meniere akibat defisiensi vitamin. Vitamin yang biasa diberikan adalah vitamin B kompleks, asam askorbat dan senyawa sitrus bio-flavonoid (Lipoflavonoid).
-   Diet rendah garam dan Pemberian diuretic
Diet rendah garam dan pemberian diuretic dimaksudkan adalah agar menurunkan jumlah cairan tubuh dengan harapan juga menurunkan cairan endolimfe.
-   Program pantang  makanan
Terapi ini kadang digunakan pada meniere yang bias disebabkan akibat terjadinya suatu alergi makanan.
    b. Terapi Simtomatik
Terapi simtomatik ditujukan untukl menghentikan atau mengurangi hebatnya serangan vertigo dan tanpa berdalih berusaha mengoreksi sebab dasar penyakit Meniere.
-   Sedative
Sedative dalam dosis ringan seperti fenobirtal atau trankulizer seperti diazepam (Valium) sering menolong pasien rileks dan menurunkan frekuensi serangan vertigo.
-   Antihistamine dan antiemetik
Antihistamin dan antiemetic tertentu efektif menghentikan atau mengurangi keparahn seringan vertigo pada pasien Meniere. Antihistamin yang sering diberikan adalah dimenhidrinat (dramamine) dan siklizin (Marezine). Sedangkan antiemetic yang biasa digunakan adalah antiemetic diferidol.
-   Depresan vestibuler
Depresan vestibuler digunakan unruk mencegah atau mengurangi keparahan serangan vertigo dan untuk terapi pasien selama eksaserbasi penyakit ini sampai terjadi remisi spontan.
 Pembedahan
            Pembedahan dianjurkan jika gejalanya tidak dapat diatasi dengan terapi. Prosedur pembedahan konservatif, misalnya operasi dekompresi salus endolimfatikus, ditujukan untuk mempertahankan pendengaran pad telinga yang mengalami gangguan. Tindakan ini mengandung sedikit resiko menyebabkan kerusakan pendengaran dan betujuab ubtuk  mengatasi serangan vertigo, serta dapat mencegah penyakit Meniere. Pembedahan dibagi menjadi 3 kelompok : bedah destruktif, bedah destruktif sebagian dan bedah nondestruktif.
Labirinektomi
            Labirinektomi atau destruksi  total pada labirintus membranaseus, merupakan jaminan pasti untuk menyembuhkan vertigo pada penyakit Meniere, tetapi terpaksa harus mengorbankan pendengaran secar total pada telinga yang bersangkutan. Tindakan ini boleh dipertimbangkan bila kehilangan pendengaran pada salah satu telinga sudah demikian berat sedang telinga yang satu lagi masih mampu mempertahankan fungsi normalny
















BAB 3
 PEMBAHASAN (ASKEP)
3.1 Pengkajian
Identitas Klien
Nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,umur, pekerjaan, nama ayah/ ibu, pekerjaan, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir.
Riwayat Sakit dan Kesehatan
·         Keluhan Utama                    : vertigo, tinitus, dan penurunan pendengaran
·         Riwayat Penyakit Sekarang : tidak diketahui dengas jelas
·         Riwayat Penyakit dahulu
·         Riwayat Keluarga
·         Riwayat Pengobatan
Observasi  Dan Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
2. Tanda-Tanda Vital :
     Suhu, nadi, tekanan darah, dan respiratory rate (RR).
3. Pemeriksaan pendengaran
  1. Tes Weber
  2. Tes Rinne
  3. Tes Swabach
4. Pemeriksaan per sistem :
B1 : Breathing (Sistem Pernapasan)
       Bentuk dada
       Pola nafas            : normal
       Suara napas          : normal
       Retraksi otot bantu napas : tidak ada
       Alat bantu pernapasan      : tidak ada
B2 : Blood (Sistem Kardiovaskular)
Irama jantung : regular; S1,S2 tunggal.
Akral               : normal
Tekanan darah : hipotensi
B3 : Brain (Sistem Persyarafan)
       Tinitus, penurunan pendengaran, vertigo
B4 : Bladder (Sistem Perkemihan)
Normal
B5 : Bowell (Sistem Pencernaan)
       Asupan nutrisi : terganggu akibat mual, muntah dan anoreksia
B6 : Bone (Sistem Integumen dan Muskuloskeletal)
Turgor kulit     : menurun
Mobilitas fisik : lemah, malaise

5.  Pemeriksaan Penunjang
  1. Pneumo-otoskopi untuk melihat ada tidaknya nistagmus
    • Romberg test
    • Fukuda marching step test
    • Dix-Hallpike  test atau tes kalori bitermal
  1. Audiogram
  2. Tes gliserin
Pasien diberi minum gliserin 1,2 ml/ kg BB setelah diperiksa kalori dan audiogram. Setelah 2 jam diperiksa kembali dan dibandingkan. Perbedaan bermakna menunjukkan adanya hidrops endolimfatikus.
  1. Transtimpanic Elektrokokleografi
Dapat menunjukkan abnormalitas pada 60% pasien yang menderita penyakit meniere.
  1. Politom Elektronistagmogram
Bisa normal atau menunjukkan penurunan respons vestibuler.
  1. CT scan atau MRI kepala
  2. Elektroensefalografi
  3. Stimulasi kalorik
  4. Videonistagmography

3.2  Diagnosa Keperawatan
  1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran
  2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan perubahan mobilitas karena gangguan cara berjalan dan vertigo.
  3. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan dan kehilangan pendengaran
  4. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan kesulitan keseimbangan

No.
Diagnosis
keperawatan
Tujuan
Kriteria
Hasil
Intervensi
Rasional
1.
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan vertigo.
menghindari cedera fisik yang berkaitan dengan ketidakseim- bangan saat mobilisasi.
a.  Klien dapat berjalan dengan normal / lancar.
b.  Klien mampu menjaga keseimbangan tubuhnya saat melakukan mobilisasi
1.               Kaji vertigo yang meliputi riwayat, awitan, gambaran serangan, durasi, frekuensi, dan adanya gejala telinga yang terkait kehilangan pendengaran, tinitus, rasa penuh di telinga.

2.               Kaji luasnya ketidakmampu-an berkaitan dengan aktivitas rutin

3.               Ajarkan atau tekankan terapi vestibular/ keseimbangan sesuai indikasi 

4.               Berikan atau ajari cara pemberian obat anti vertigo dan atau obat penenang vestibular serta beri petunjuk pada pasien mengenai efek sampingnya.

5.               Dorong pasien untuk berbaring / istirahat bila merasa pusing.

1.      Luasnya ketidakmam-puan akan meningkatkan resiko cidera / jatuh.



2.      Latihan / terapi mempercepat kompensasi labirin yang dapat mengurangi vertigo dan gangguan cara jalan.


3.      Melatih kemandirian klien

4.      Mengurangi kemungkinan jatuh dan cedera sebab peningkatan gerak/ mobilitas akan memperberat vertigo.



5.      Untuk mengurangi mobilitas berlebih dan untuk keamanan klien.
2.
Gangguan persepsi sensori auditorius berhubungan dengan proses penyakit

Gangguan persepsi sensori dapat teratasi 
a. Rasa berdenging dapat hilang / berkurang
b.Komunikasi efektif antara klien, keluarga, dan tenaga kesehatan.
1.               Monitor tingkat kelemahan persepsi klien

2.               Memperbaiki komunikasi : berbicara tegas dan jelas  (tanpa berteriak)

3.               Ajarkan cara berkomunikasi yang tepat yaitu menggunakan tanda nonverbal (ekspresi wajah, menunjuk dan sikap tubuh)
1.      Mengusaha-kan mobilitas fisik yang sesuai dengan kebutuhan klien

2.      Menjaga privasi klien dan keluarga


3.      Putuskan solusi bersama agar klien dan perawat dapat berkomunikasi efektif
3.
Ansietas berhubungan dengan ancaman, atau perubahan status kesehatan dan efek ketidakmam-puan akibat vertigo
  1. Meningkatkan koping klien
  2. Mengurangi atau menghilang-kan kecemasan kl.
Klien tidak mengalami kecemasan terhadap status kesehatannya
Klien mampu meningkatkan koping diri
Kaji tingkat ansietas
1.               Bantu pasien mengidentifikasi keterampilan koping yang telah dilakukan dengan berhasil pada masa lalu.

2.               Beri upaya kenyamanan dan hindari aktivitas yang menyebabkan stress

3.               Ajarkan pasien teknik penatalaksanaan stress / lakukan rujukan sesuai indikasi.
1.      Meningkatkan kesadaran dan pemahaman hubungan antara tingkat antietas dan perilaku.

2.      Meningkatkan pengetahuan membantu mengurangi ansietas


3.      Situasi penuh stress dapat memperberat gejala kondisi ini.


BAB IV
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Penyakit Meniere adalah suatu penyakit pada telinga dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan. Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa vertigo, tinnitus, dan pendengaran yang berkurang ssecara progresif, biasanya pada satu telinga. Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari endolimfe pada telinga dalam.
3.2  Saran
Diharapkan dengan hadirnya makalah ini maka mahasiswa maupun praktisi kesehatan dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan Sindrom Meniere dengan tepat













DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J.  2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan anak fakultas
       kedokteran universitas Indonesia
Putz R dan Pabst R. 1997. Sobotta. Jakarta : EGC
Arsyad, Efiaty, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKAN,
       KEPALA dan LEHER edisi keenam. Balai penerbit FKUI: Jakarta.

      Meniere.html

No comments:

Post a Comment