BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spondilitis
tuberkulosa atau tuberkulosis spinal terhitung kurang lebih 3 juta kematian
terjadi setiap tahun. Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan
istilah yang dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, terutama yang
berusia 3-5 tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka
insidensi usia ini mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi
lebih sering terkena dibandingkan anak-anak.
Insidensi spondilitis tuberkulosa
bervariasi diseluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas
pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara
tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morniditas dan
mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di
Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi masalah utama.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang
didapatkan antara lain:
a.
Agar dapat
mengetahui definisi dari spondilitis tuberkulosa
b.
Agar dapat
mengetahui penyebab dari spondilitis tuberkulosa
c.
Agar dapat
mengetahui patofisiologi terjadinya spondilitis tuberkulosa
d.
Agar dapat
mengetahui gejala dan tanda spondilitis tuberkulosa
e.
Agar dapat
mengetahui pemeriksaan fisik
dan diagnostik untuk spondilitis
tuberkulosa
f.
Agar dapat
mengetahui penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun tujuan yang didapatkan antara lain:
a. Mengetahui definisi dari spondilitis
tuberkulosa
b. Mengetahui penyebab dari spondilitis
tuberkulosa
c. Mengetahui patofisiologi terjadinya
spondilitis tuberkulosa
d. Mengetahui gejala dan tanda spondilitis
tuberkulosa
e. Mengetahui pemeriksaan fisik dan diagnostik untuk
spondilitis tuberkulosa
f. Mengetahui penatalaksanaan spondilitis
tuberkulosa
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Tuberkulosis tulang belakang atau
dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa
yang bersifat kronik destruktif oleh Mycobacterium tuberculosa.
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi
yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman
spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Tuberkulosis
tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain
dalam tubuh.
Percivall Pott (1973) yang pertama kali
menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit
ini disebut juga sebagai penyakit Pott (Rasjad, 2007).
2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena
bakteri berbentuk basil. Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah
Mycobacterium tuberculosis. (Brooks, 2008)
Spondilitis tuberkulosa merupakan
infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosa typic (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe
bovin) dan 5-10% oleh Mycobacterium tuberculosa atypic. Lokalisasi spondilitis
tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas,
sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosis traktus
urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis
(Rasjad, 2007).
2.3 Patofisiologi
Patogenesis penyakit ini sangat
tergantung dari kemampuan bakteri menahan cernaan enzim lisosomal dan kemampuan
host untuk memobilisasi imunitas seluler. Jika bakteri tidak dapat
diinaktivasi, maka bakteri akan bermultiplikasi dalam sel dan membunuh sel itu.
Komponen lipid, protein serta polisakarida sel basil tuberkulosa bersifat immunogenik,
sehingga akan merangsang pembentukan granuloma dan mengaktivasi makrofag.
Beberapa antigen yang dihasilkannya dapat juga bersifat immunosupresif
(Mansjoer, 2000)
Infeksi mycobacterium tuuberculosis pada
tulang selalu merupakan infeksi sekunder. Berkembnagnya kuman dalam tubuh
tergantung pada keganasan kuman dan ketahanan tubuh klien. Lima stadium
perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa, antara lain: (Rasjad, 2007)
1. Stadium I (implantasi)
Setelah
bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh klien menurun, bakteri
akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan
ini umumnya terjadi pada daerah torakolumbal.
2.
Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi
destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini
berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi
lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif,
kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses
(abses dingin), yang terjadi 23 bulan setelah stadium destruksi awal.
Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis.
Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging
anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis
atau gibus.
4. Stadium gangguan
neurologis
Tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang
terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis.
Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa.
Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga
gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.
5.
Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi
kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibus
bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan.
WOC
Kuman TB
Reaksi sistem
immunologi
Infalamsi sendi, korpus
vertebra
Akumulasi eksudat , sel
darah putih
Edema
Suplai
O2 & nutrisi ↓
Nekrosis kartilago sendi
Gg muskulo punggung
ankilosis tlg punggung menekan nociceptor talamus
Pergerakan terbatas perubahan spinal
kifosis (mmbungkuk)
perubahan
postur perubahan sikap tubuh
rongga
dada
2.4
Manifestasi Klinis
Secara klinik gejala
tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada
umumnya, yaitu: (Mansjoer, 2000)
-
Badan lemah/ lesu
-
Penurunan berat badan
-
Nafsu makan berkurang
-
Demam subfebris
-
Nyeri vertebra/lokal pada lokasi infeksi
sering dijumpai dan menghilang bila istirahat.
-
Deformitas tulang belakang
-
Adanya spasme otot paravertebralis
-
Nyeri ketok tulang vertebra
-
Gangguan motorik
-
Adanya gibus/kifosis
2.5
Pemeriksaan Fisik
-
Inspeksi
Pada klien spondilitis
kelihatan lemah, pucat, dan tulang belakang terlihat bentuk kifosis
(membungkuk)
-
Palpasi
Ditemukan adanya gibus
pada area tulang yang mengalami infeksi
-
Perkusi
Terdapat nyeri ketok
pada tulang belakang yang mengalami infeksi
-
Auskultasi
Tidak ditemukan adanya
kelainan paru
2.6 Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik
Penunjang
Adapun pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit spondilitis tuberkulosa antara
lain: (Rasjad, 2007)
1.
Pemeriksaan laboratorium
a.
Peningkatan laju endap darah dan mungkin
disertai leukositosis
b.
Uji Mantoux : positif tb
c.
Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin
ditemukan Mycobacterium
d.
Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar
limfe regional
e.
Pemeriksaan histopatologis dapat
ditemukan tuberkel
2.
Pemeriksaan radiologis
a.
Pemeriksaan foto toraks untuk melihat
adanya tuberkulosis paru
b.
Foto polos vertebra, ditemukan
osteoporosis, osteolitik, dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan
diskus intervertebralis yang berada diantara korpus tersebut dan mungkin dapat
ditemukan adanya massa abses paravertebral
c.
Pada stadium lanjut terjadi destruksi
vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis
d.
Pemeriksaan mielografi dilakukan bila
terdapat gejala-gejala penekanan sumsum tulang
e.
Pemeriksaan CT scan
f.
Pemeriksaan MRI
2.7
Penatalaksanaan
Pada
prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosis harus dilakukan sesegera mungkin
untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Pengobatan
terdiri atas: (Rasjad, 2007)
1.
Terapi konservatif, berupa:
a.
Tirah baring (bed rest)
b.
Memperbaiki keadaan umum klien
c.
Pemasangan brace pada klien, baik yang
dioperasi ataupun yang tidak dioperasi
d.
Pemberian obat antituberkulosa
Obat-obatan yang
diberikan terdiri atas:
a. Isonikotinik
hidrasit (INH) dengan dosis oral 5 mg/kg berat badan per hari dengan dosis
maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg berat badan.
b. Asam
para amino salisilat. Dosis oral 8-12 mg/kg berat badan
c. Etambutol.
Dosis per oral 15-25 mg/kg berat badan per hari
d. Rifampisin.
Dosis oral 10 mg/kg berat badan diberikan pada anak-anak. Pada orang dewasa
300-400 mg per hari.
e. Streptomisin,
pada saat ini tidak digunakan lagi.
2.
Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
a. Bila
dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin
berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap
spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
b. Adanya
abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan
sekaligus debrideman serta bone graft.
c. Pada
pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan
CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.
Walaupun
pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi klien tuberkulosis tulang
belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa
hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa,
paraplegia, dan kifosis.
2.8 Diagnosa, Intervensi, Dan Rasional
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa
adalah:
-
Gangguan mobilitas fisik
-
Gangguan rasa nyaman ; nyeri
sendi dan otot.
-
Perubahan konsep diri : Body
image.
-
Kurang pengetahuan tentang
perawatan di rumah.
1.
Gangguan mobilitas fisik
sehubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.
a.
Tujuan : Klien dapat melakukan
mobilisasi secara optimal.
b.
Kriteria hasil
-
Klien dapat ikut serta dalam
program latihan
-
Mencari bantuan sesuai
kebutuhan
-
Mempertahankan koordinasi dan
mobilitas sesuai tingkat optimal.
c.
Rencana tindakan
-
Kaji mobilitas yang ada dan
observasi terhadap peningkatan kerusakan.
-
Bantu klien melakukan latihan
ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
-
Memelihara bentuk spinal yaitu
dengan cara :
a)
mattress
b)
Bed Board ( tempat tidur dengan
alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien
tidur.
-
mempertahankan postur tubuh yang
baik dan latihan pernapasan
d.
Rasional
-
Mengetahui tingkat kemampuan
klien dalam melakukan aktivitas.
-
Untuk memelihara fleksibilitas
sendi sesuai kemampuan.
-
Mempertahankan posisi tulang
belakang tetap rata.
-
Di lakukan untuk menegakkan
postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.
-
Untuk mendeteksi perubahan pada
klien.
2.
Gangguan rasa nyaman : nyeri
sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan sendi.
a.
Tujuan
-
Rasa nyaman terpenuhi
-
Nyeri berkurang / hilang
a.
Kriteria hasil
-
klien melaporkan penurunan
nyeri
-
menunjukkan perilaku yang lebih
relaks
-
memperagakan keterampilan
reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan keberhasilan.
b.
Rencana tindakan
-
Kaji lokasi, intensitas dan
tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru.
-
Berikan analgesik sesuai terapi
dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
-
Gunakan brace punggung atau
korset bila di rencanakan demikian.
-
Berikan dorongan untuk mengubah
posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.
-
Ajarkan dan bantu dalam teknik
alternatif penatalaksanaan nyeri.
c.
Rasional.
-
Nyeri adalah pengalaman subjek
yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.
-
Analgesik adalah obat untuk
mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien.
-
Korset untuk mempertahankan
posisi punggung.
-
Dengan ganti – ganti posisi
agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan
nyeri berkurang.
-
Metode alternatif seperti
relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan
perhatian klien sehingga nyeri berkurang.
3.
Gangguan citra tubuh sehubungan
dengan gangguan struktur tubuh.
a.
Tujuan
Klien
dapat
mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif.
b.
Kriteria hasil
Klien
dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping
yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
c.
Rencana tindakan
-
Berikan kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus mendengarkan dengan penuh
perhatian.
-
Bersama – sama klien mencari
alternatif koping yang positif.
-
Kembangkan komunikasi dan bina
hubungan antara klien keluarga dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan
permainan guna mengatasi perubahan body image.
d.
Rasional
-
meningkatkan harga diri klien
dan membina hubungan saling percaya dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu
penerimaan diri.
-
Dukungan perawat pada klien
dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
-
Memberikan semangat bagi klien
agar dapat memandang dirinya secara positif dan tidak merasa rendah diri.
4.
Kurang pengetahuan sehubungan
dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan perawatan di rumah.
a.
Tujuan : Klien dan keluarga dapat
memahami cara perawatan di rumah.
b.
Kriteria hasil
-
Klien dapat memperagakan
pemasangan dan perawatan brace atau korset
-
Mengekspresikan pengertian
tentang jadwal pengobatan
-
Klien mengungkapkan pengertian
tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit.
c.
Rencana tindakan
-
Diskusikan tentang pengobatan :
nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya.
-
Peragakan pemasangan dan
perawatan brace atau korset.
-
Perbanyak diet nutrisi dan
masukan cairan yang adekuat.
-
Tekankan pentingnya lingkungan
yang aman untuk mencegah fraktur.
-
Diskusikan tanda dan gejala
kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.
-
Tingkatkan kunjungan tindak
lanjut dengan dokter.
BAB 3
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Gambaran Kasus
Tn. S usia
46 tahun jatuh dalam posisi terduduk dari atap rumah setinggi 3 meter.
Kemudian dirawat di RS AA dengan keluhan
nyeri pada tulang punggung, kedua ekstremitas bawah susah digerakkan/lemah,
tidak bisa duduk, BAK dalam batas normal. Klien didiagnosa dengan penyakit
spondilitis tuberculosa. Klien pernah dioperasi pada tulang belakang klien 1.5
tahun yang laludg keluhan yg sama. Hasil pemeriksaan radiologi
pada tulang punggung belakang klien terjadi penyempitan diskus intervertebralis yang berada di antara
korpus dan mungkin ditemukan adanya massa abses paravertebral. Klien mempunyai riwayat merokok. Keaadaan umum klien
TD:100/70, T: 36.7oC, P: 80 x/i, RR: 20x/i dan
kesadaran compos mentis.
3.2 Hasil
Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik, Laboratorium, Dan Diagnostik
3.2.1
INFORMASI UMUM
Nama : Tn. S
Tanggal lahir : 12 Juli 1967
Suku bangsa : Jawa
Tanggal
pengkajian : 14 Januari 2013
Diagnosa medis : post op debridema spine
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal masuk : 8 Januari 2012
Dari/rujukan : -
Nomor medical
record: 79 28 73
3.2.2 Keluhan Utama
Klien mengalami nyeri pada tulang
punggung post op, terutama pada saat berubah posisi. Klien tidak bisa duduk dan
lemah pada ekstremitas bawah sulit. Klien kurang nafsu makan.
3.2.3 Riwayat Kesehatan Sebelumnya
-
1.5 tahun yang lalu
Klien pernah dirawat di RS SM selama 3 minggu dengan keluhan sakit pada tulang
punggung dan dilakukan operasi pertama.
-
Klien juga pernah
dirawat di RS A selama 1 minggu dengan keluhan yang sama post op dan dilakukan
foto rontgen.
-
Klien mempunyai riwayat
merokok
3.2.4 RIWAYAT KESERHATAN KELUARGA
: laki-laki
: perempuan
: klien
3.2.5 Pemeriksaan Fisik
·
Tanda-tanda Vital
TD : 100/70 Suhu : 36,6ºC
Nadi :
80/i Pernapasan : 20/i
·
Tinggi Badan : -
·
Berat Badan :
1. Kepala
·
Rambut :
panjang/pendek/tanpa rambut/ kotor/ mudah rontok/ gatal-gatal
Lain-lain : t.a.k
Masalah keperawatan : t.a.k
·
Mata : ikterik/
midriasi/ pakai kacamata/ contact lens/ gangguan penglihatan
Lain-lain : t.a.k
Masalah keperawatan: t.a.k
·
Hidung : perdarahan/
sinusitas/ gangguan penciuman/ malformasi/ terpasang NGT
Lain-lain : t.a.k
Masalah keperawatan : t.a.k
·
Mulut : kotor/ bau/
terpasang ETT/ gudel/ perdarahan/ lidah kotor/ gangguan pengecapan
Lain-lain : t.a.k
Masalah keperawatan : t.a.k
·
Gigi : gigi palsu/
kotor/ kawat gigi/ karies/ tidak ada gigi
Lain-lain : pasien tidak memiliki gigi (tidak
sempurna)
Masalah keperawatan : ganguan pertumbuhan dan
perkembangan
Gangguan pemenuhan
nutrisi
·
Telinga : perdarahan/
terpasang alat bantu dengar/ infeksi/ gangguan pendengaran
Lain-lain : t.a.k
Masalah keperawatan : t.a.k
2.
Leher :
pembesaran KGB/ kaku kuduk/ terpasang trakeostomi/ JVP
Lain-lain : t.a.k
Masalah keperawatan : t.a.k
3.
Dada
Inspeksi :
simetris
Palpasi :
nyeri (-)
Perkusi :
dullness
Auskultasi :
bunyi jantung normal
Masalah
keperawatan: t.a.k
4. Tangan : luka/ utuh/ lecet/ sianosis/ capillary feril/
clubbing finger/ dingin/ fraktur/ edema
Lain-lain
: t.a.k
Masalah
keperawatan : t.a.k
5. Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : nyeri (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi :
bising usus(+)
6. Genitalia : perdarahan/ terpasang kateter/ trauma/ malformasi/
menstruasi/ infeksi/dll
Lain-lain
: t.a.k
Masalah
keperawatan : t.a.k
7. Kaki : fraktur/ edema/malformasi/ luka/infeksi/ keganasan/
sianosis/ dingin
Lain-lain
: kaki klien lemah kesulitan berjalan
Masalah
keperawatan : gangguan mobilitas fisik
8. Punggung : lordosis/kiposis/ skoliosis/ luka/ dekubitus/
infeksi
Lain-lain : luka, nyeri(+), sedikit membungkuk
Masalah keperawatan : gangguan rasa nyaman:nyeri
3.2.7
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Dan Diagnostik
Tanggal 14 Januari 2013 Nilai Normal
Hb : 12,3 g/dL Hb : 11-16 g/dL (anak-anak)
Ht : 35,2 % Ht
: 29-40%
Leu : 11.900/µl Leu: 10.000
sel/
Trombosit : 275.000/µl Trombosit
: 150.000-450.000sel/
3.2.7 Medikasi/Obat-Obatan Yang Diberikan Saat Ini
-
Ceftriaxone 2x1
-
Ranitidine 2x1
-
Genta 2x1
3.3 Diagnosa
Keperawatan, Intervensi, Dan Rasional
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Gangguan rasa nyaman
: nyeri bd luka post operasi
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan 3x6 jam klien mampu mengontrol nyeri dan menunjukkan
tingakat nyeri
|
Kaji tingkat nyeri,
frekuensi, durasi, dan karekteristik nyeri
|
Mengetahui
karakteristik nyeri
|
Berikan posisi yang
nyaman
|
Posisi yg nyaman ↑ relaksasi otot
|
|||
Ajarkan klien teknik
relaksasi napas dalam
|
Mengontrol dan
mengurangi nyeri
|
|||
Monitor kenyamanan
klien dan perubahan posisi
|
Mengetahui tingkat
kenyamanan, mengurangi resiko dekubitus
|
|||
2
|
Gangguan mobilitas
fisik bd nyeri, kelemahan pada ekstremitas bawah
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 4x6 jam klien dapat melakukan mobilissi secara optimal
|
Kaji tingkat
mobilitas klien
|
Mengetahui tingkat
kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
|
Berikan alih baring
sesuai kondisi klien
|
Menghindari posisi
yang menyebabkan ketidaknyamanan dan spasme otot
|
|||
Bantu klien dalam
memenuhi kebutuhan
|
Kebutuhan klien dapat
terpenuhi
|
|||
Bantu klien
mengoptimalkan gerak sendi
|
Memelihara
fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
|
|||
Jaga keamanan klien
|
Memberikan rasa aman
bagi klien
|
|||
3
|
Resiko tinggi
penyebaran infeksi bd pembentukan abses tulang
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawayan 3x6 jam resiko penyebaran infeksi berkurang, suhu badan
normal
|
Inspeksi kulit adanya
iritasi/kontuinitas
|
Melihat tanda-tanda
infeksi, kemerahan, bengkak
|
Kaji sisi kulit
adanya peningkatan nyeri, edema, bau
|
Mengetahui penyebaran
infeksi
|
|||
Berikan perawatan
luka
|
Menjaga luka tidak infeksi
|
|||
Observasi luka
|
Tidak terjadi
tanda-tanda infeksi
|
|||
Berikan obat
antibiotik sesuai indikasi
|
Menghindari/mengurari
penyebaran infeksi
|
3.4 Implementasi dan Evaluasi
Dx
|
Tanggal
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1
|
14 Januari 2013
|
Mengkaji tingkat
nyeri klien
|
S : klien mengatakan
nyeri pada tulang punggung sedikit berkurang
|
Memberikan posisi
tang nyaman
|
O:
Klien terlihat
meringis saat berganti posisi
Skala nyeri 3
|
||
Mengajarkan klien
teknik relaksasi napas dalam
|
A: masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi
|
||
2
|
14 januari 2013
|
Mengkaji tingakat
mobilitas klien
|
S : klien mengatakan
belum bisa duduk dan berjalan semenjak post op
|
Memberikan alih
baring sesuai kondisi klien
|
O:
Klien bisa menggearakkan tangan, kaki klien
masih lemah
Segala kebutuhan
klien dibantu oleh keluarga
|
||
Menganjurkan klien membantu memenuhi kebutuhan klien
|
A: masalah belum
teratasi
|
||
Menganjurkan keluarga
menjaga keamanan klien
|
P : lanjutkan intervensi
|
||
3
|
14 januari 2013
|
Melihat adanya
infeksi pada luka
|
S: klien mengatakan
lukanyanyeri, tidak panas
|
Mengkaji adanya
nyeri, edema, pus/abses, bau
|
O:warna permukaan
kulit klien merah muda, tidak terdapat pembengkakan/pus, dan tidak bau
TD:110/70 N: 80 RR:20x/i
T:36,7C
|
||
Melihat adanya
pembengkakan, warna kulit
|
A: masakah teratasi
sebagian
|
||
Mengukur TTV klien
|
P: lanjutkan intervensi
selanjutnya
|
BAB 4
PEMBAHASAN
Dari gambaran kasus diatas kita dapat mengetahui bahwa kuman mycobacterium
tuberculosa tidak hanya menyerang paru-paru tetapi juga bisa menyerang bagian
tubuh lainnya. Salah satunya adalah tulang belakang. Hal ini bisa disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya :
-
Mempunyai riwayat penyakit TB paru
Dalam kasus ini klien
tidak memilik riwayat TB paru, klien juga tidak mempunyai keluarga yang
mempunyai penyakit yang sama. Tetapi klien mempunyai riwayat merokok 1 tahun
yang lalu.
-
Menurunnya sistem imun tubuh sehingga
kuman bangkit, beredar didalam darah dan menyerang bagian tubuh yang lemah.
Pada
kasus ini klien pernah terjatuh dalam posisi terduduk beberapa kali namun tidak
langsung diobati, sehingga terjadi infeksi pada pada tulang punggung klien. Pada pemeriksaan radiologi,
ditemukan penyempitan diskus intervertebralis yang berada di antara korpus dan
mungkin ditemukan adanya massa abses paravertebral.sehingga
dilakukan operasi debridemen spinal.
Berdasarkan
teori klien seharusnya dilakukan pemasangan brace/korset untuk membantu
meluruskan tulang punggung. Namun pada kasus
ini klien belum menggunakan brace/korset.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Spondilitis tulang adalah peradangan
granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa. Penyakit ini merupakan infeksi sekunder dari fokus
di tempat lain. Gejalanya mirip tuberkulosis paru, ditambah dengan adanya gibbus/kifosis,
nyeri pada punggung, dan gangguan pergerakan tulang belakang. Pemeriksaan kadar
LED diperlukan untuk melihat adanya infeksi. Sedangkan pada pemeriksaan
radiologis ditemukan penyempitan diskus intervertebralis. Pengobatannya dapat
diberikan terapi konservatif dan operatif.
5.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat
diberikan berdasarkan gambaran kasus
adalah:
-
Hindari
kotak langsung orang dengan klien penyakit menular
-
Kurangi/
berhenti merokok
-
Periksakan
diri secepatnya apabila terdapat keluhan yang sama
-
Berikan
obat pada klien secara teratur dan sesuai dosis
-
Habiskan
minum obat antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
Brunner &
Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah . Jakarta : EGC
Davey, Pattrick.
2005. At a Glace Medicine. Jakarta :
Erlangga
Nanda
Internasional. 2011. Diagnosis Keperwatan
Definisi & Klasifikasi 2012. Jakarta : EGC
Ningsih, Nurna.
2009. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta
: Salemba Medika
Price &
Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Rasyad,
Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah
Ortopedi. Makasar : Bintang Lamumpatue
Wim
de Jong, Spondilitis TBC, Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Jakarta; hal. 1226-1229
No comments:
Post a Comment